Ekspor-Impor Boomerang Kehancuran Atau Pembawa Keberuntungan

Sektor dalam negeri, melalui transaksi ekspor dan impornya, memiliki peran penting bagi kelangsungan perekonomian dan pembangunan di Indonesia. Di era perdagangan bebas ini, setiap negara dapat membeli dan memasarkan produknya dari dan ke negara lainnya ‘tanpa’ kendala. Konsekuensinya : Pilihan menjadi beragam, Persaingan semakin ketat, Harus siap perekonomian setiap negara harus tumbuh kuat.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat luas namun rakyat jauh dari kata sejahtera. Setelah 66 tahun negara kita merdeka, negara kita memang dapat dikatakan sebagai negara berkembang karena memiliki
sumber daya alam yang sangat melimpah. Namun kemajuan yang dirasakan masyarakat tidak significant. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pada tahun 2010 mencapai angka tertinggi yaitu 157.433 miliar dolar. Angka tersebut merupakan total ekspor periode Januari – Desember 2010. Realisasi ekspor tahun 2010 merupakan rekor tertinggi sekaligus melampaui target pemerintah yang hanya sebesar 150 miliar dolar. Untuk tahun 2011, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 11.3% – 11.5%.Kementerian perdagangan menyebutkan, ada tujuh komoditas yang memiliki prospek ekspor tinggi pada 2011. Tujuh komoditas tersebut adalah : Tekstil dan produk tekstil (TPT), Alas kaki, Otomotif, Kertas, Kelapa sawit (CPO) dan produk turunannya, Kakao olahan dan biji kakao, serta Kopi. Sementara untuk impor Indonesia pada tahun 2010 mencapai 135.609 miliar dolar untuk periode Januari – Desember 2010. Kondisi ini membuat neraca perdangan Indonesia tahun 2010 mengalami surplus sebesar 21.824 miliar dolar. Untuk barang non migas terbanyak yang masuk ke Indonesia saat ini adalah mesin dan peralatan mekanik. Untuk negara pemasok terbesar masih diduduki oleh Cina, disusul Jepang, Singapura, dan Uni Eropa. Meskipun demikian realitanya tidak begitu berimbas pada sektor riil ekonomi indonesia. Pasalnya masih banyak petani khususnya yang mengeluhkan murahnya harga yang seharusnya sudah ditetapkan namun pada perjalanannya saat dijual kembali,jauh dari yang diharapkan. Hal ini menjadi pertanyaan bagi kita semua, apa yang salah dengan kondisi Indonesia kini? Mengapa dari luar mampu mengekspor, sedangkan komoditi serta sumber daya alam tidaklah seluas negara kita?
Dari segi sumber daya alam, daratan Indonesia membentang seluas 1.922.570 km² memiliki hasil alam minyak bumi, kayu, gas alam, kuningan, timah, bauksit, tembaga, tanah yang subur, batu bara, emas, dan perak serta uranium. Perairan kita pun kaya akan komoditi ikan, rumput laut, serta mutiara. Namun dengan kekayaan alam sedemikian rupa, negara kita masih belum mampu me-minimalkan impor barang dari luar yang menyebabkan pilihan yang dibeli masyarakat adalah pada barang yang lebih murah yaitu barang impor yang harganya jauh lebih murah. Konsumen pun sedikit yang tahu akan hal itu. Yang mereka tahu hanya barang yang dibeli dengan harga murah dan kualitas terbaik. Hal ini patutnya dijadikan PR bagi negara kita, mengapa dengan sumber daya alam yang hampir tak terbatas di bumi Indonesia ini belum mampu untuk maju jika kita menilik contoh negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura. Sedangkan dari segi sumber daya manusia, yakni buruknya sistem pendidikan yang ada sehingga kalah bersaing dengan negara lain. Padahal sudah tertera dengan jelas pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yakni “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” tetapi pada kenyataannya masih banyak anak jalanan, dan pengamen yang tidak bersekolah serta masih adanya pungutan biaya yang membuat masyarakat kurang mampu enggan untuk bersekolah. Di negara lain pun sama dalam tingkatan tempuh pendidikannya serta sekolah vocational yang ada namun karakter dalam pengajarannya serta perhatian pemerintah terhadap pendidikannya yang berbeda. Negara maju metode pengajarannya berkarakter ”child centered, continous progress, team teaching, discovery method, open plan school. Sedangkan yang popular di Indonesia adalah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), namun sering diplesetkan menjadi “Catat Buku Sampai Abis.
Selain itu, yang berumur produktif dan bekerja pun tak jarang stagnan, tidak ingin tantangan untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan diri serta usahanya karena takut akan kegagalan jadi lebih memilih berada pada titik aman. Dari  hal tersebut dapat dilihat bahwa tidak adanya sarana atau kurangnya sosialisasi dari pemerintah untuk penyediaan sarana dan prasarana bagi masyarakat yang ingin membuka usaha. Meskipun sejauh ini kita sudah mengetahui adanya KUR atau PNPM mandiri tapi dirasakan kurang mengena untuk masyarakat pedesaan khususnya. Hasil survey membuktikan dibalik kemunduran bangsa ini terdapat indikasi adanya sistem eror dan human eror didalamnya. Manusia tidak menjalankan dengan baik sistem yang ada serta sistem nya pun di setting dan dibuat sebagaimana keinginan manusia-nya. Manusia bagian dari sistem,penggerak sistem namun manusia juga bergerak berdasarkan sistem. Sedangkan sistem ekonomi saat ini jauh dari gotong royong, lebih tepatnya sistem "RIMBA".
Dari analogi yang digambarkan diatas saya menarik kesimpulan bahwa harus ada sinergi anara SDM dan SDA berupa pendidikan serta sosialisasi pada masyarakat yang lebih gencar untuk mendorong ekspor dengan kualitas terbaik dengan harga yang terjangkau untuk di nikmati konsumen dalam negeri serta pembatasan impor barang serta bahan pokok dari luar dan lebih memperhatikan revitalisasi pertanian demi tercapainya swasembada pangan kita bersama. Biasanya kita mengimpor beras dari Thailand karena dari dalam negeri dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia namun hal itu justru yang membuat petani Indonesia harus mengigit jari karena tak jarang merugi karena kebijakan pemerintah yang berubah-ubah. Karena memang kebutuhan pangan hal utama yang wajib dipertahankan dan dikembangkan di suatu negara selain dalam hal teknologi. Selain daripada itu, kita pun harus mengembangakan kebutuhan energi agar tidak terus menerus menggunakan bahan bakar fosil serta minyak mentah yang persediaannya sudah hampir menipis. Jadi kita tidak perlu lagi impor “bahan bakar minyak jadi” yang asal dari minyak mentahnya itu dari negara kita sendiri, dan dibeli kembali dengan harga yang lebih mahal. Dan yang terakhir yaitu percepatan pembangunan infrastruktur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review MCU di RS Siloam Kebon Jeruk

Review Laser Fractional Klinik Promec Permata Hijau

Ematrix dokterkulitku. Com